BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Revolusi
hijau atau revolusi agraria yaitu suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara
tradisional berubah ke cara modern untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Definisi lain menyebutkan revolusi hijau adalah revolusi produksi biji-bijian
dari penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari varietas gandum, padi,
jagung yang membawa dampak tingginya hasil panen. Tujuan revolusi hijau adalah
meningkatkan produktivitas pertanian dengan cara penelitian dan eksperimen
bibit unggul.
Gagasan revolusi hijau berula dari hasil penelitian dan
tulisan Thomas Robert Malthus (1766 – 1834) yang mengemukakan bahwa masalah
kemiskinan dan kemelaratan adalah masalah yang tidak bisa dihindari oleh
manusia. Kemiskinan dan kemelaratan terjadi karena pertumbuhan penduduk dan
peningkatan produksi pangan tidak seimbang. Pertumbuhan penduduk berjalan lebih
cepat dibandingkan dengan peningkatan produksi pertanian (pangan). Menurut
Malthus pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sedangkan peningktan produksi
pertanian mengikuti deret hitung.
Tulisan Malthus itu telah mempengaruhi sebagian besar
masyarakat eropa sehingga memunculkan gerakan untuk mengendalikan laju
pertumbuhan penduduk dan penelitian bibit unggul untuk menambah jumlah produksi
pangan. Dengan menekan jumah penduduk dan pemakaian bibit unggul yang mampu
melipatgandakan hasil pertanian diharapkan akan mampu mengatasi masalah
kemiskinan dan kemelaratan.
Sejak dimulainya Perang Dunia I banyak lahan-lahan
pertanian yang dihancurkan karena menjadi area perang, terlebih lagi beberapa
dekade sebelumnya telah banyak lahan pertanian yang beralih menjadi lahan
industri sejak munculnya revolusi industri. Hal ini telah mengancam
produktifitas pangan di berbagai wilayah di eropa.
Revolusi
hijau dimulai sejak berakhirnya PD I yang berakibat hancurnya lahan pertanian.
Penelitian disponsori oleh Ford and Rockefeller Foundation di Meksiko,
Filipina, India, dan Pakistan. IMWIC (International Maize and Wheat Improvement
Centre) merupakan pusat penelitian di Meksiko. Sedangkan di Filipina, IRRI
(International Rice Research Institute) berhasil mengembangkan bibit padi baru
yang produktif yang disebut padi ajaib atau padi IR-8. Pada tahun 1970 dibentuk
CGIAR (Consultative Group for International Agriculture Research) yang
bertujuan untuk memberikan bantuan kepada berbagai pusat penelitian
international.
Demikian juga setelah Perang Dunia II berakhir, revolusi
hijau menjadi semakin giat untuk menggunakan metode-metode pertanian demi
meningkatkan hasil pertanian yang telah terbukti berhasil di beberapa negara
seperti india dan filipina serta di beberapa negara berkembang lainnya.
Sedangkan di Indonesia upaya pelaksanaan revolusi hijau telah dimulai sejak
rezim orde baru dalam program pembangunan. Oleh sebab itu penulis tertarik
untuk menulis makalah ini untuk melihat bagaimanakah penerapan revolusi hijau
di Indonesia serta hasil dan dampak yang ditimbulkan dengan pelaksanaan
revolusi hijau tersebut.
BAB II
PERMASALAHAN
A. Analisis
Masalah
1. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang masalah, maka dapat di identifikasikan sebagai berikut:
a. Pengertian Revolusi Hijau
b. Penerapan revolusi Hijau di berbagai neagra di Eropa
dan Asia
c. Penerapan Revolusi Hijaudi ndonesia
d. Dampak revolusi Hijau di Indonesia
2. Batasan
Masalah
Agar
permasalahan dalam makalah
ini tidak terlalu luas jangkauannya, maka penulis membatasi permasalahan
tentang penerapan Revolusi Hijau di ndonesia serta dampak yang ditimbulkan atas
penerapan revolusi Hijau di Indonesia
3. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah
dalam makalah ini adalah :
1.
Seperti apakah
penerapan revolusi hijau di Indonesia?
2.
Apakah dampak
revolusi hijau bagi masyarakat Indonesia?
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Penerapan Revolusi Hijau di Indonesia
Sejak orde baru
berkuasa telah banyak perubahan yang dicapai oleh bangsa indonesia melalui
tahap-tahap pembangunan di segala bidang. Pemerintah orde baru berusaha
meningkatkan peran negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena
itu, langkah yang dilakukan oleh pemerinth Orde Baru adalah menciptakan
stabilitas ekonomi politik. Tujuan perjuangan Orde Baaru adalah menegakkan tata
kehidupan bernegara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD
1945. Pada Sidang Umum IV MPRS diambil suatu keputusan untuk menugaskan
Jenderal Soeharto selaku pengemban Surat Perintah Sebelas Maret atau
Supersemar, yang sudah ditingkatkan menjadi ketetapan MPRS No.IX/MPRS 1996
untuk membentuk kabinet baru.
Pembentukan
kabinet baru ini dinamakan Kabinet Ampera. Kabinet Ampera ditugaskan untuk menciptakan
stabilitas ekonomi dan politik sebagai persyaratan untuk melaksanakan
pembangunan nasional. Salah satu program yang dibebankan kepada Kabinet Ampera
adalah untuk memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan
pangan. Atas program tersebut maka dilaksanakanlah berbagai upaya untuk
meningkatkan ketersediaan pangan atau jumlah produksi pangan melalui gerakan
revolusi hijau.
Salah satu masalah yang dihadapi
oleh pemerintah Orde Baru adalah produksi pangan yang tidak seimbang dengan
kepadatan penduduk yang terus meningkat. Oleh karena itu pemerintah Orde Baru
memasukkan Revolusi Hijau dalam program Pelita
Konsep Revolusi Hijau yang di
Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program
nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan
tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik
ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga
komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha
Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya
dukungan kredit dan infrastruktur. Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia
pada swasembada beras.
Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana
telah umum diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia
menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima
tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989.
Revolusi hijau mendasarkan diri pada
empat pilar penting:
1.
penyediaan air melalui sistem irigasi,
2.
pemakaian pupuk kimia secara optimal,
3.
penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme
pengganggu, dan
4.
penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas.
Melalui penerapan teknologi
non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan berlipat ganda
dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada
tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.
Kebijakan modernisasi pertanian pada
masa Orde baru atau Revolusi Hijau merupakan perubahan cara bercocok
tanam dari cara tradisional ke cara modern. Revolusi Hijau (Green Revolution)
merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian dari hasil penemuan-penemuan
ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai varietas, gandum, padi, dan
jagung yang mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut. Tujuan Revolusi hijau adalah
mengubah petani-petani gaya lama (peasant) menjadi petani-petani gaya baru
(farmers), memodernisasikan pertanian gaya lama guna memenuhi industrialisasi
ekonomi nasional. Revolusi hijau ditandai dengan semakin berkurangnya
ketergantungan para petani pada cuaca dan alam karena peningkatan peran ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam peningkatan produksi bahan makanan.
Perkembangan revolusi hijau yang semakin bertambah pesat,
juga berpengaruh terhadap masyarakat Indonesia. Dengan tumbuhnya kesadaran akan
pentingnya meningkatkan ekonomi dari sektor pertanian yang disebabkan oleh
kesadaran akan kebutuhan penduduk yang meningkat dengan pesat, tingkat produksi
pertanian yang masih sangat rendah, dan karena produksi pertanian belum mampu
memenuhi seluruh kebutuhan penduduk, maka upaya yang dilakukan pemerintah
Indonesia untuk menggalakan revolusi hijau ditempuh dengan cara :
1. Intensifikasi Pertanian
Kegiatan
pengembangan produksi hasil pertanian yaitu dengan menerapkan teknologi tepat guna (
panca usaha Tani) untuk tiap luas tanah pertanian.
Intensifikasi Pertanian di Indonesia
dikenal dengan nama Panca Usaha Tani yang meliputi :
a. Pemilihan Bibit Unggul
b. Pengolahan Tanah yang baik
c. Pemupukan
d. Irigasi
e. Pemberantasan Hama
2. Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian,
yaitu Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami dengan pembukaan
lahan-lahan baru (misal mengubah lahan tandus menjadi lahan yang dapat
ditanami, membuka hutan, dsb).
3. Diversifikasi Pertanian
Usaha penganekaragaman jenis tanaman
pada suatu lahan pertanian melalui sistem tumpang sari. Usaha ini menguntungkan
karena dapat mencegah kegagalan panen pokok, memperluas sumber devisa, mencegah
penurunan pendapatan para petani.
4. Rehabilitasi Pertanian
Merupakan usaha pemulihan
produktivitas sumber daya pertanian yang kritis, yang membahayakan kondisi
lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat di daerah tersebut. Usaha pertanian tersebut akan menghasilkan bahan
makanan dan sekaligus sebagai stabilisator lingkungan.
Sedangkan
proses penerapan revolusi hijau di Indonesia dilakukan dengan berbagai upaya
yang diatur oleh pemerintah diantaranya :
1.
Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada
petani.
2.
Kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian berjalan lancar
sering perkembangan teknologi dan komunikasi.
3.
Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi atau yang dikenal
dengan monokultur, yaitu menanami lahan dengan satu jenis tumbuhan saja.
4.
Pengembangan teknik kultur jaringan untuk memperoleh bibit
unggul yang diharapkan yang tahan terhadap serangan penyakit dan hanya cocok
ditanam di lahan tertentu.
5.
Petani menggunakan bibit padi hasil pengembagan Institut
Penelitian Padi Internasional (IRRI=International Rice Research Institute) yang
bekerjasama dengan pemerintah, bibit padi unggul tersebut lebih dikenal dengan
bibit IR.
6.
Pola pertanian berubah dari pola subsistensi menjadi pola
kapital dan komersialisasi.
7.
Negara membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern
dan pembagunan industri pupuk nasional.
8.
Pemerintah mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan
KUD (Koperasi Unit Desa).
Selain usaha-usaha pertanian diatas, pemerintah juga
melakukan berbagai macam penelitian benih tanaman. Maka berbagai macam
penelitian yang dilakukan di Indonesia bertujuan untuk mendapatkan varietas
tanaman pertanian yang unggul yang sesuai dengan kondisi alam Indonesia.
Disamping melakukan penelitian dengancara menanam varietas-varietas unggul,
penelitian juga diikuti pengolahan lahan-lahan pertnian atau perluasan lahan
pertanian yang disusul dengan program transmigrasi dari daerah daerah yang
padat ke daerah-daerah yang masih jarang penduduknya.
Sejak tahun 1950, pemerintah Indonesia berupaya untuk
memindahkan penduduk dari pulau Jawa ke daerah-daerah yang masih jarang
penduduknya seperti ke pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya.
Pemindahan penduduk ini masih tetap berlanjut sampai sekarang dan merupakan
suatu upaya pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, selain untuk
meningkatkan produksi pertanian.
Dengan menggunakan varietas-varietas unggul dan
melaksanakan program transmigrasi, harapan masyarakat dan bangsa indonesia
dalam peningkatan produksi pertanian semakin cerah. Penghasilan petani mulai
mengalami peningkatan dibandingkan dengan ahun0tahun sebelumnya. Oleh karena
itu revolusi hijau sangat besar peran serta manfaatnya dalam mencapai
peningkatan hasil produksi pertanian.
B.
Dampak Revolusi Hijau Di Indonesia
Revolusi hijau mendapat kritik
sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan karena
mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para pendukungnya,
kerusakan dipandang bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena ekses dalam
penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan.
Kritik lain yang muncul adalah bahwa Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau
seluruh strata negara berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di
Afrika.
Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan
terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi
Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah
hektar, dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat
pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan
dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari gagalnya
pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960
sampai dengan tahun 1965.
Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai
kegagalan karena produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem
lingkungan dan kesuburan tanah. Sebagaimana kita ketahui diatas bahwa salah satu upaya
untuk meningkatkan hasil pertanian adalah dengan penggunaan pestisida untuk
membunuh hama dan gulma.
Pestisida telah lama diketahui menyebabkan iritasi mata dan
kulit, gangguan pernapasan, penurunan daya ingat, dan pada jangka panjang
menyebabkan kanker. Bahkan jika ibu hamil mengkonsumsi makanan dan minuman yang
mengandung residu pestisida, maka janin yang dikandungnya mempunyai risiko
dilahirkan dalam keadaan cacat. Penggunaan pestisida juga menyebabkan
terjadinya peledakan hama —suatu keadaan yang kontradiktif dengan tujuan
pembuatan pestisida— karena pestisida dalam dosis berlebihan menyebabkan hama
kebal dan mengakibatkan kematian musuh alami hama yang bersangkutan.
Penyuluh pertanian tidak pernah
menyampaikan informasi secara utuh bahwa pupuk kimia sebenarnya tidak dapat
memperbaiki sifat-sifat fisika tanah, sehingga tanah menghadapi bahaya erosi.
Penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus juga akan mempercepat habisnya
zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga
menimbulkan berbagai penyakit tanaman. Akibatnya, kesuburan tanah di
lahan-lahan yang menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus menurun.
1.
Dampak Positif
Revolusi Hijau di Indonesia
Disamping berbagai hal buruk seiring penerapan revolusi
hijau kita tidak boleh melupakan bahwa pada masa itu Indonesia juga mampu
menjadikan produksi padi meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat)
meningkat. Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor beras mampu swasembada.
Keberhasilan pelaksanaan revolusi hijau sangat
menggembirakan kehidupan para petani. Para petani dapat meningkatkan produksi
pertaniannya. Daerah-daerah yang sebelumnya memproduksi hasil tanaman secara
terbatas dan hanya untuk memenuhi kebutuhan minimum masyarakat, kini dapat
menikmati hasil yang lebih baik berkat revolusi hijau. Kekurangan bahan pangan
yang selama ini dialami telah berhasil diatasi. Bahkan ketika Indonesia
mengalami krisis ekonomi, semua sektor ekonomi dihantam krisis, tetapi sektor
pertanian dapat bertahan dan menjadi pilar penyangga pertumbuhan ekonomi
sehingga cukup banyak orang beralih ke sektor agribisnis.
Maka keberhasilan revolusi hijau dapat dirangkum dalam
beberapa poin berikut :
a. Memberikan lapangan kerja bagi para
petani maupun buruh pertanian.
b. Daerah yang tadinya hanya dapat
memproduksi secara terbatas dan hanya untuk memenuhi kebutuhan minimal
masyarakatnya dapat menikmati hasil yang lebih baik karena revolusi hijau.
c. Kekurangan bahan pangan dapat
teratasi.
d. Sektor pertanian mampu menjadi pilar
penyangga perekonomian Indonesia terutama terlihat ketika Indonesia mengalami
krisis ekonomi sehingga orang beralih usaha ke sektor agrobisnis.
2.
Permasalahan dan
Dampak Negatif Revolusi Hijau di Indonesia
Memang Revolusi Hijau telah menjawab satu tantangan
ketersediaan kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat. Namun keberhasilan
itu bukan tanpa dampak dan efek samping yang jika tanpa pengendalian, dalam
jangka panjang justru mengancam kehidupan dunia pertanian.
Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada
dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan
pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya,
Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an, petani
mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot,
ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida tidak
manjur lagi, dan harga gabah dikontrol pemerintah
Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk
misalnya telah merusak struktur, kimia dan biologi tanah. Bahan pestisida
diyakini telah merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang yang justru
menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu. Disamping itu pestisida
telah menyebabkan imunitas pada beberapa hama. Lebih lanjut resiko kerusakan
ekologi menjadi tak terhindarkan dan terjadinya penurunan produksi membuat
ongkos produksi pertanian cenderung meningkat. Akhirnya terjadi inefisensi
produksi dan melemahkan kegairahan bertani.
Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah.
Namun berakibat:
a. Berbagai organisme penyubur tanah
musnah
b. Kesuburan tanah merosot / tandus
c. Tanah mengandung residu (endapan
pestisida)
d. Hasil pertanian mengandung residu
pestisida
e. Keseimbangan ekosistem rusak
f. Terjadi peledakan serangan dan
jumlah hama.
Revolusi Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat
petani. Dalam sejarah peradaban manusia, petani bekerja mengembangkan budaya
tanam dengan memanfaatkan potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Petani merupakan komunitas mandiri. Namun dalam revolusi hijau, petani tidak
boleh mem-biakkan benih sendiri. Bibit yang telah disediakan merupakan hasil
rekayasa genetika, dan sangat tergantung pada pupuk dan pestisida kimia —yang
membuat banyak petani terlilit hutang. Akibat terlalu menjagokan bibit padi
unggul, sekitar 1.500 varietas padi lokal telah punah dalam 15 tahun terakhir
ini.
Meskipun dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan
bahwa “petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan
pembudi-dayaannya”, tetapi ayat tersebut dimentahkan lagi oleh ayat berikutnya,
yakni “petani berkewajiban berperan serta dalam mewujudkan rencana pengembangan
dan produksi budidaya tanam” (program pemerintah). Dengan begitu, kebebasan
petani tetap dikebiri oleh rezim pemerintah.
Dapat dipastikan bahwa Revolusi Hijau hanya menguntungkan
para produsen pupuk, pestisida, benih, serta petani bermodal kuat. Revolusi
Hijau memang membuat hasil produksi pertanian meningkat, yang dijadikan tolak
ukur sebagai salah satu keberhasilan Orde Baru. Namun, di balik itu semua, ada
penderitaan kaum petani. Belum lagi kerusakan sistem ekologi pertanian yang
kerugiannya tidak dapat dinilai dengan uang.
BAB IV
KESIMPULAN
Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk
menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai
pada tahun 1950-an hingga
1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang
nyata adalah tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan
pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu kekurangan
persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta Indonesia, untuk
menyebut beberapa negara. Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller
Foundation, yang mengembangkan gandum di Meksiko (1950) dan padi di
Filipina (1960).
Konsep Revolusi
Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat)
adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya
swasembada beras.
Tujuan tersebut
dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau
dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen
pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan
kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan
infrastruktur.Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada
beras.
Namun
keberhasilan revolusi hijau di Indonesia dapat dikatakan semu, sebab berbagai
akibat negatif telah ditimbulkan karena revolusi hijau seperti polusi tanah
yang mengakibatkan rusaknya lahan subur, timbulnya penyakit yang kebal
pestisida dan komersialisasi pupuk oleh pemerintah yang menekan kehidupan para
petani yang harus membeli dengan harga yang tidak sesuai bahkan tanpa
memberikan penjelasan mengenai bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan bahan
kimia secara terus-menerus.
DAFTAR PUSTAKA
http://herydotus.wordpress.com/2012/01/25/revolusi-hijau-revolusi-agraria. Diakses tanggal 08 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar