Translate

Jumat, 26 Agustus 2016

ARTI PENTING KONGRES PEREMPUAN INDONESIA (22 Desember 1928)



 KONGRES PEREMPUAN INDONESIA


Dalam masa penjajahan kolonialis yang mempersulit akses pendidikan bagi pribumi, ada tokoh seperti Dewi Sartika di Jawa Barat, Hj. Rangkayo Rasuna Said di Sumatra Barat yang mempelopori pendidikan bagi kaumnya, bahkan RA Kartini dengan bukunya “Habis Gelap Terbitlah Terang” dikenal sebagai pelopor pembebasan perempuan dari budaya patriarki feodal (emansipasi).
Organisasi perempuan pun telah banyak berdiri jauh sebelum kemerdekaan seperti Pawiyatan Wanito (Magelang, 1915), Wanito Oetomo dan Wanito Moeljo (Yogyakarta, 1920), Serikat Kaoem Ibu Soematra (Bukit Tinggi, 1920) dan Wanito Katolik (Yogyakarta, 1924).

 
Pada tahun 1928, perempuan juga terlibat dalam Kongres dan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Kemudian ditindaklanjuti dengan Kongres Perempuan I yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 22 Desember 1928 yang dihadiri oleh 30 organisasi perempuan dari berbagai daerah di Indonesia yang menghasilkan kesepakatan untuk membentuk sebuah federasi perempuan Indonesia yang diberi nama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). Di dalam konferensi tersebut ditegaskan perlunya langkah afirmasi keterwakilan perempuan dalam politik. Kongres tahun 1930 di Surabaya adalah untuk memperjuangkan emansipasi waita dan menjalin rasa kesetiakawanan sosial.
Kongres Perempuan Indonesia I dimaknai sebagai saat bangkitnya keadaran nasional dikalangan wanita. Oleh karena itu tanggal berlangsungnya Kongres Perempuan I, yakni 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu, yang ketetapanya diputuskan dalam Kongres Perempuan III di Bandung.
Dalam era transisi politik (reformasi) perlunya kaderisasi perempuan dan konsolidasi gerakan perempuan sehingga menjadi sebuah gerakan politik yang kuat dan solid. Pada era ini juga berdiri Komisi Nasional Perlindungan Perempuan atau dikenal sebagai Komnas Perempuan, sebagai pengakuan negara bahwa isu-isu perempuan perlu mendapatkan perhatian khusus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar